Perbedaan KTI dan Buku Akademik yang Wajib Dipahami Penulis

Dalam dunia akademik, banyak penulis dari kalangan mahasiswa, dosen, dan peneliti yang ingin mengembangkan karya ilmiah mereka menjadi buku ber-ISBN. Proses ini bisa memberikan dampak besar, mulai dari peningkatan kompetensi akademik hingga manfaat untuk kenaikan jabatan fungsional.

Namun, satu hal penting yang sering terlewat adalah memahami bahwa Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan buku akademik sangat berbeda. Sebagai seorang akademisi yang akan mengubah KTI menjadi buku, kamu wajib memahami perbedaan ini.

Perbedaan KTI dan Buku Akademik yang Wajib Dipahami Penulis

Memahami perbedaan antara KTI dan buku akademik ini sangat penting agar hasil konversi tidak terasa seperti skripsi atau laporan penelitian yang “dipaksa” menjadi buku. Nah, apa saja perbedaan KTI dan buku akademik itu? Selengkapnya bisa kamu simak pada uraian di bawah ini:

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan KTI bersifat sangat spesifik daripada buku. Misalnya, untuk memenuhi persyaratan akademik dan menunjukkan bahwa penulis mampu melakukan penelitian yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Oleh karena itu, tiap bagian pada KTI disusun untuk menjawab pertanyaan penelitian, menunjukkan kerangka teoritis yang menjadi pijakan, serta menyajikan bukti empiris yang mendukung hipotesis atau temuan. Tujuan yang demikian menuntut struktur KTI yang kaku dan lengkap sehingga pembaca (terutama penguji atau reviewer) dapat menilai keabsahan proses dan hasil.

Sedangkan tujuan penulisan buku akademik itu lebih luas dan multifaset. Yaitu, selain untuk menyampaikan temuan penelitian, buku bertujuan mengedukasi pembaca, memberikan perspektif komprehensif tentang topik tertentu, serta menjadi referensi yang mudah dirujuk.

2. Gaya Bahasa

KTI menggunakan gaya bahasa formal, padat, dan seringkali sangat teknis karena setiap klaim harus didukung oleh argumen logis dan referensi yang jelas. Kalimat-kalimatnya cenderung panjang dan berfokus pada keakuratan terminologi, sehingga pembaca yang bukan ahli bisa mengalami kesulitan mengikuti alur.

Dalam buku akademik, gaya bahasa sebaiknya lebih komunikatif dan naratif tanpa mengorbankan keilmiahan. Penulis dapat menggunakan contoh, analogi, dan rangkuman singkat untuk membantu memahami konsep kompleks.

Pergantian gaya di buku ini tidak berarti menghapus referensi atau bukti ilmiah, ya. Melainkan membingkai ulang informasi agar lebih mudah dicerna oleh pembaca beragam latar belakang.

3. Struktur Kerangka

Kerangka KTI bersifat baku, mulai dari latar belakang, kajian pustaka, metode, hasil, pembahasan, dan kesimpulan. Setiap bab-bab tersebut punya fungsi eksplisit dalam membangun argumen penelitian. Lalu, untuk urutan dan detail tiap bagian biasanya ditentukan oleh pedoman institusi atau jurnal.

Nah, kalau buku akademik menawarkan kebebasan struktural yang lebih besar. Penulis dapat menyusun bab berdasarkan tema, alur historis, atau berdasarkan level pembaca (misalnya bab pengantar untuk pemula, bab lanjutan untuk pembaca ilmiah).

4. Kelengkapan Unsur Akademik

KTI menuntut kelengkapan unsur akademik seperti rumusan masalah, tujuan, manfaat, batasan penelitian, serta landasan teori yang sistematis. Semua unsur ini berfungsi untuk menunjukkan kejelasan ruang lingkup dan keterbatasan penelitian.

Pada buku akademik, unsur-unsur tersebut masih diperlukan sebagai dasar keilmuan, tetapi cara penyajiannya lebih fleksibel. Di mana rumusan masalah bisa dijadikan pengantar bab.

Lalu manfaat penelitian bisa disebarkan ke dalam pembahasan aplikasi praktis. Sedangkan batasan dapat dibahas pada bagian refleksi atau saran penelitian lanjutan. Intinya, unsur akademik tetap ada, tapi disajikan dengan penekanan pada relevansi dan keterbacaan.

5. Penekanan pada Metodologi

Di KTI, metodologi mendapat porsi penting karena menjadi acuan validitas penelitian. Dalam buku akademik, penjelasan metodologi sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penulisan buku.

Jika pembaca buku memerlukan pemahaman detail metode (misalnya buku textbook metode penelitian), bagian ini tetap rinci. Namun untuk buku yang fokus pada hasil dan implikasi, metodologi cukup dipadatkan menjadi ringkasan atau disediakan sebagai lampiran. Pendekatan ini menjaga alur utama buku tetap menarik bagi pembaca non-metodolog.

6. Penyajian Data dan Tabel

Perbedaan KTI dan Buku Akademik yang Wajib Dipahami Penulis

Perbedaan antara KTI dan buku akademik berikutnya terkait dengan penyajian data dan tabel. KTI cenderung memuat tabel dan grafik lengkap, angka mentah, serta analisis statistik yang mendalam, yang mana semua disajikan untuk tujuan verifikasi akademik.

Saat mengonversi menjadi buku akademik, penulis bisa memilih untuk menyederhanakan datanya. Semisal menampilkan ringkasan utama, grafik yang lebih komunikatif, atau mengubah angka menjadi narasi yang menekankan temuan penting.

7. Kedalaman Teori

KTI mengharuskan kajian teori yang komprehensif sebagai landasan penelitian. Lalu kutipan dan diskusi terkait teori harus cukup mendalam untuk menunjukkan posisi penelitian dalam khazanah ilmiah.

Dalam buku akademik, kedalaman teori tetap penting tetapi pemilihan dan penyajiannya lebih selektif. Fokus diberikan pada teori yang paling relevan untuk memahami narasi buku.

8. Alur Pembahasan

Alur pada KTI biasanya linier dan prosedural. Mulai dari masalah menuju metode, hasil, lalu kesimpulan. Alur ini mengedepankan transparansi proses penelitian.

Nah, buku akademik dapat mengadopsi alur tematik, kronologis, atau berbasis masalah-solusi yang lebih menarik bagi pembaca luas. Penulis boleh menggabungkan studi kasus, refleksi, dan aplikasi praktis di antara pembahasan teoretis untuk memandu pembaca memahami implikasi temuan secara bertahap.

9. Prioritas Pembaca

KTI utamanya ditulis untuk penguji, pembimbing, atau reviewer yang memeriksa ketelitian ilmiah. Oleh karena itu, gaya dan struktur dibuat untuk kebutuhan penilaian akademik.

Buku akademik menuntut pendekatan yang lebih berorientasi pada pembaca. Ini berarti penulis harus memahami siapa pembaca utamanya (mahasiswa, praktisi, atau masyarakat umum) menentukan tingkat detail, contoh, dan aplikasi yang dimasukkan.

Nah, itulah berbagai perbedaan KTI dan buku akademik. Memahami perbedaan antara KTI dan buku akademik sangat penting sebelum melakukan proses konversi.

Terutama untuk kamu yang akan melakukan konversi secara mandiri atau dikerjakan sendiri tanpa bantuan jasa konversi. Namun, jika kamu ingin yang praktis, cepat selesai tapi hasil tetap maksimal di tengah berbagai kegiatanmu mengajar dan penelitian, maka menggunakan jasa konversi KTI menjadi buku patut untuk kamu coba.

Namun, pastikan kamu telah memilih jasa konversi KTI menjadi buku ber-ISBN dengan tepat, ya. Jangan menggunakan penyedia jasa yang kurang terpercaya!

Rekomendasi jasa konversi KTI menjadi buku ber-ISBN

Nah, salah satu rekomendasi jasa konversi KTI menjadi buku ber-ISBN terpercaya dapat kamu gunakan dari Detak Publisher. Sebagai penerbit buku anggota IKAPI di bawah naungan Detak Pustaka yang berfokus pada penerbitan buku akademik, Detak Publisher siap membantumu mengkonversi KTI dengan tim profesional dan berpengalaman.

Terlebih lagi, jasa konversi KTI di Detak Publisher ini memiliki dua paket konversi yang bisa kamu pilih sesuai kebutuhan. Yaitu paket terbit konversi dan paket terbit konversi gratis HaKI.

Di paket terbit konversi, bukumu akan terbit dengan ISBN. Ini berarti standar buku hasil konversinya tinggi sehingga lolos dalam proses pengajuan ISBN di Perpustakaan Nasional.

Nah, untuk jasa konversi KTI gratis HaKI, selain bukumu terbit dengan ISBN juga terlindungi dengan hak cipta atau HaKI. Dengan demikian, karyamu terhindar dari akuisisi pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Jika kamu tertarik untuk menggunakan salah satu paket konversi di atas segera hubungi customer service kami, ya. Kamu bisa menghubunginya dengan klik link berikut: Jasa Konversi KTI.

Oh, iya, jika kamu hanya masih ingin bertanya-tanya seputar jasa konversi KTI atau konsultasi, tetap hubungi customer service kami juga ya. Karena kami selalu siap membantumu apapun kebutuhanmu!

Baca artikel terkait