

Menyusun buku anak merupakan pengalaman yang menyenangkan sekaligus berharga. Namun, selama proses penulisan naskah, penulis dituntut cermat dan memberikan perhatian khusus pada setiap detail yang membuat karya untuk anak-anak menjadi efektif serta menarik. Sayangnya, masih banyak penulis pemula yang melakukan kesalahan dalam menulis buku anak sehingga hasilnya kurang berkualitas atau tidak sesuai untuk usia anak-anak
Selain untuk menghibur, buku anak juga berperan penting dalam mengedukasi dan menginspirasi anak-anak. Oleh karena itu, penulis sebisa mungkin harus berbagai kesalahan agar kualitas tulisan maupun cerita dapat meningkat dan anak-anak menjadi lebih berminat untuk membaca.
Melalui artikel ini, kita akan memaparkan kesalahan-kesalahan dalam menulis buku anak yang sering penulis lakukan. Harapannya penulis tidak hanya bisa menghindari beberapa kesalahan tersebut, namun juga dapat mengembangkan gaya penulisan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kegemaran anak-anak. Untuk penjelasan lebih lanjut, mari kita simak uraian berikut ini:
Anak-anak masih berada dalam usia belajar dan mengembangkan kemampuan bahasanya. Ketika menulis buku khusus untuk anak, sangat penting menggunakan kalimat yang sederhana agar mereka mengerti isi cerita serta pesan di dalamnya.
Hindari memasang kata-kata yang terlalu rumit atau teknis yang mungkin sulit anak-anak pahami maksudnya. Sebagai contoh, alih-alih menggunakan kata “imitasi”, lebih baik menggunakan “tiruan” untuk membuatnya lebih mudah dicerna.
Menggunakan bahasa sederhana dan tidak terlalu rumit bukan berarti cerita menjadi tidak menyenangkan. Kita bisa memanfaatkan rima atau pengulangan untuk menambahkan kesenangan dan warna pada cerita. Contohnya, “Kucingku berlari-lari, mengejar bola di halaman!” Teknik ini dapat membuat anak-anak lebih terlibat dan semakin penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.
Tidak semua buku anak bersifat sama, setiap buku anak memiliki kebutuhan yang berbeda-beda tergantung pada usia mereka. Buku untuk anak usia 3-5 tahun penulis dapat merancangnya dengan tema dan kalimat yang sederhana, sedangkan buku untuk anak usia 8-10 tahun dapat memiliki tema yang lebih kompleks serta struktur kalimat yang lebih panjang.
Perbedaan ini sangat penting untuk penulis buku anak pertimbangkan, karena anak-anak bukan kelompok yang memiliki usia seragam, tetapi terdiri dari beberapa kelompok usia yang memiliki kemampuan kognitif dan minat yang berbeda pula. Dengan memahami perbedaan ini, penulis akan mampu menciptakan buku yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan minat anak-anak pada usia tertentu.
Buku cerita anak menjadi lebih bermakna ketika mengandung pesan moral yang positif dan jelas. Anak-anak cenderung mencerna nilai-nilai dari buku yang mereka baca, sehingga penulis memiliki kesempatan untuk membentuk karakter mereka dengan baik.
Pesan moral seperti berbagi, menghormati orang lain, berteman dengan siapapun, atau nilai-nilai positif lainnya dapat penulis sampaikan secara halus dan menarik dalam cerita. Dampaknya, anak-anak dapat belajar dan mengambil pelajaran hidup yang berharga dari suatu buku yang mereka baca.
Pesan moral dalam cerita anak sebaiknya penulis tuturkan secara alami dan tidak terkesan dipaksakan. Caranya yaitu melalui tindakan atau dialog para tokoh/karakternya, sehingga anak-anak dapat lebih mudah memahami dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Misalnya, ketika karakter utama menunjukkan empati kepada temannya, anak-anak dapat belajar tentang pentingnya berbagi dan peduli tanpa merasa sedang diberi suatu pelajaran moral.
Buku cerita anak sebaiknya mengusung tema yang ringan dan menyenangkan, seperti persahabatan, petualangan, atau keluarga. Tema-tema seperti ini dapat memberikan rasa nyaman dan menumbuhkan daya imajinasi dan kreativitas anak-anak. Selain itu, membuat mereka merasa aman, nyaman, dan bahagia ketika membaca.
Di sisi lain, sebaiknya penulis menghindari tema yang terlalu rumit, serius, maupun menakutkan, seperti pertengkaran keluarga, hal-hal mistis, atau kejadian yang mengerikan. Ketika menulis cerita fantasi, pastikan untuk tidak menyertakan aksi berbahaya yang dapat anak-anak tiru, misalnya lompat dari ketinggian.
Anak-anak yang masih dalam tahap perkembangan imajinasi, mereka mungkin belum bisa membedakan antara fantasi dan kenyataan. Oleh karena itu, kecermatan dan kehati-hatian penulis sangat sangat penting.

Humor merupakan salah satu unsur yang menyenangkan dan ditunggu dalam cerita anak. Namun, penulis wajib memastikan humor atau lelucon yang diangkat relevan dengan usia dan kematangan berpikir anak-anak.
Penulis bisa menghindari humor yang memuat sindiran, ejekan, atau hinaan. Sebagai contoh, candaan yang mengenai agama, kekurangan fisik, bahasa daerah, suku, sebaiknya ditiadakan.
Di sisi lain, pemakaian humor yang sederhana dan kreatif membuat isi buku menjadi lebih menarik. Misalnya, penulis bisa menggambarkan situasi konyol yang karakter alami, seperti “Si Kucing mencoba memakai sepatu terbalik dan berakhir dengan kaki di atas kepala!” Humor sederhana seperti ini dapat membuat anak-anak tersenyum dan lebih bersemangat membaca.
Anak-anak relatif tidak menyukai cerita yang terkesan seperti pelajaran moral yang berat. Oleh karena itu, penting untuk menyampaikan pesan cerita dengan cara yang lebih halus dan tidak menggurui.
Gunakan tindakan karakter yang inspiratif untuk menyampaikan pesan, bukan kalimat yang terlalu mendikte. Sebagai contoh, penulis bisa menggambarkan bagaimana karakter utama menunjukkan rasa simpati dan membantu orang lain. Dengan ini, anak-anak dapat belajar nilai-nilai positif dengan cara yang lebih menyenangkan dan alami tanpa adanya keterpaksaan.
Ilustrasi dalam buku anak memiliki andil yang sangat penting. Bukan sekadar ornamen pelengkap, tetapi juga sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penceritaan. Ilustrasi dapat membantu anak-anak memvisualisasikan cerita dan memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Dengan menggunakan ilustrasi yang tepat dan relevan dengan cerita, membuatnya menjadi lebih hidup sekaligus memukau. Tidak hanya kemampuan visual anak-anak yang semakin berkembang, melainkan kemampuan berpikir, menganalisis, imajinasi, dan kreativitas mereka juga semakin meningkat.
Kesalahan dalam menulis buku anak yang terakhir berkaitan dengan stereotip atau prasangka yang sering kita jumpai dalam buku anak. Agar buku anak lebih bersifat inklusif, penulis wajib tidak menggunakan stereotip dalam cerita anak dengan cara menggambarkan keragaman dan keunikan karakter.
Buatlah tokoh yang yang memiliki latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya yang beragam. Misalnya seperti perempuan yang berani berpetualang atau laki-laki yang pandai memasak. Jangan terlalu berlebihan dalam mendeskripsikan latar belakang karakter, biarkan mereka menonjol dengan keunikan masing-masing tanpa terjebak dalam batasan tertentu.
Nah, itulah beberapa kesalahan dalam menyusun cerita anak yang penulis sering lakukan. Semoga setelah membaca artikel ini, teman-teman bisa menjauhi kesalahan-kesalahan tersebut dan menghasilkan cerita anak yang lebih menarik, edukatif, dan menyenangkan.
Bagi teman-teman penulis yang bermimpi untuk menerbitkan buku cerita atau edukasi khusus untuk anak-anak. Kami merekomendasikan jasa penerbitan yang profesional, tepercaya, dan berpengalaman dalam menerbitkan buku anak-anak yaitu penerbit Detak Publisher.
Dengan menggunakan jasa penerbitan yang tepat, teman-teman dapat memastikan bahwa buku yang dihasilkan memiliki kualitas yang sesuai standar dan dapat diterima dengan baik oleh target pembaca. Untuk informasi lebih lengkap, kalian bisa klik tautan berikut ini: Jasa Penerbitan Buku Ber-ISBN Cepat Terbit dan Kredibel.