Menerbitkan buku merupakan kegiatan positif untuk menuangkan gagasan maupun menghimpun ilmu pengetahuan untuk selanjutnya bisa dibaca oleh banyak orang. Proses seorang penulis dari awal sampai naskah mereka diterbitkan tentunya melalui proses yang panjang. Baik mereka berasal dari kalangan penulis profesional maupun akademisi yang tugas utama bukan menulis buku, kegiatan menerbitkan buku tetap memerlukan dedikasi yang tinggi.
Proses menerbitkan buku yang cukup panjang tentunya bisa menjadi sebuah dilima, terutama untuk mereka para mahasiswa, dosen dan akademisi. Sebab, keterbatasan waktu dan tenaga tidak bisa terelakkan. Lalu muncullah dua opsi utama: menulis buku dari awal sesuai ide dan konsep baru, atau mengkonversi karya ilmiah yang sudah pernah dibuat menjadi buku yang lebih komunikatif serta mudah dipahami oleh pembaca umum.
Keduanya tentu memiliki kelebihan, tantangan, dan proses yang berbeda. Artikel ini akan mengulas kedua pilihan tersebut dari sudut pandang praktis dan akademis. Termasuk alasan kenapa opsi konversi KTI kerap menjadi alternatif strategis, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan waktu namun ingin segera memiliki buku ber-ISBN sebagai portofolio akademik maupun personal branding.
Menulis buku dari awal menawarkan kepuasan tersendiri. Prosesnya memungkinkan kamu sebagai penulis untuk menentukan topik, sudut pandang, gaya bahasa, hingga alur cerita maupun pemikiran secara bebas. Ini menjadi ruang ekspresi yang personal dan unik bagi siapa pun yang ingin menyampaikan gagasan.
Namun, proses tersebut jelas memerlukan waktu, tenaga, dan konsistensi yang tidak sedikit. Mulai dari menyusun ide, melakukan riset, membuat kerangka tulisan, menulis draf, hingga merevisi beberapa kali sebelum buku layak terbit. Tantangan lainnya adalah memenuhi standar penerbit atau permintaan editor, yang kadang memerlukan penyesuaian tambahan.
Bagi sebagian orang, khususnya yang memiliki kesibukan utama seperti mengajar, bekerja, atau studi lanjut, proses ini bisa cukup menguras energi dan waktu. Terlebih jika mereka menghadle segalanya sendiri alias tidak memiliki tim.
Alternatif kedua yang sering terlupakan adalah menerbitkan buku dengan mengkonversi KTI. Banyak orang belum menyadari bahwa skripsi, tesis, disertasi, atau laporan penelitian yang sudah selesai sebenarnya bisa diolah ulang menjadi buku referensi atau buku populer yang lebih menarik untuk dibaca.
Proses konversinya tentu tidak sebatas memindahkan isi KTI ke dalam format buku. Biasanya, konten perlu disesuaikan dengan target pembaca yang lebih luas, bahasa dibuat lebih komunikatif, dan beberapa bagian teknis diringkas tanpa mengurangi substansi.
Hasil akhirnya adalah karya ilmiah yang awalnya hanya tersimpan di repository kampus, dapat berubah menjadi buku ber-ISBN yang memiliki nilai akademik dan reputasi di bidangnya. Bukankah ini sangat menarik? Terutama untuk kamu yang memiliki kesibukan mengajar di kampus, penelitian maupun pengabdian?
Dibandingkan menulis buku dari awal, mengkonversi KTI memiliki sejumlah keunggulan yaitu:
Karena sebagian besar materi sudah tersedia, proses pengerjaannya jauh lebih cepat. Kamu tidak perlu memulai dari ide kosong, cukup menyusun ulang isi, menyesuaikan gaya bahasa, dan merapikan struktur agar lebih komunikatif.
Dengan materi yang sudah ada, biaya editing dan layout cenderung lebih ringan dibandingkan harus membuat buku baru dari awal. Selain itu, kamu bisa menghemat biaya riset karena data dan literatur sudah tersedia dalam KTI.
KTI yang dikonversi tetap memuat informasi ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Bahkan setelah disesuaikan, substansi akademiknya masih relevan dan bisa dijadikan buku referensi bagi pembaca lain di bidang yang sama.
Banyak perguruan tinggi dan lembaga mensyaratkan publikasi buku ber-ISBN untuk syarat kelulusan, akreditasi, atau kenaikan jabatan. Konversi KTI menjadi buku bisa menjadi solusi praktis dan efisien untuk memenuhi ketentuan tersebut.
Dengan menerbitkan buku hasil konversi KTI, kamu dapat membangun citra diri sebagai akademisi atau praktisi yang aktif berkarya. Buku tersebut bisa menjadi portofolio yang mendukung pengembangan karier dan reputasi profesional.
Baik menulis buku dari awal maupun mengkonversi KTI, keduanya memiliki tantangan tersendiri. Jika kamu memilih menulis dari nol, tantangan terbesarnya adalah pada konsistensi waktu dan ide.
Banyak penulis pemula berhenti di tengah jalan karena kehilangan motivasi atau merasa buntu saat menyusun kerangka dan konten. Selain itu, proses editing dan revisi dari penerbit sering kali memerlukan waktu panjang dan penyesuaian berulang.
Di sisi lain, meskipun proses konversi KTI tampak lebih cepat, tantangannya justru terletak pada penyesuaian bahasa dan format atau restrukur naskah. KTI umumnya ditulis dengan gaya formal dan penuh istilah akademik yang belum tentu mudah dipahami oleh pembaca umum.
Maka dari itu, proses editing konten, penyusunan ulang alur, hingga penyesuaian judul dan bab buku menjadi aspek penting agar hasil akhirnya benar-benar layak diterbitkan. Selain itu, tidak semua bagian KTI bisa langsung dipindahkan ke dalam buku.
Beberapa bagian seperti metodologi terlalu teknis untuk pembaca umum dan perlu disederhanakan tanpa menghilangkan esensi. Maka, dibutuhkan keahlian khusus dalam menyusun ulang isi agar tetap informatif, komunikatif, dan menarik.
Pilihan terbaik tetap bergantung pada tujuan awal. Jika ingin segera memiliki buku ber-ISBN tanpa harus memulai dari awal, mengkonversi KTI menjadi buku adalah opsi yang cerdas. Terlebih jika topik karya ilmiah tersebut masih relevan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Namun, jika keinginan lebih condong pada pembuatan buku yang sepenuhnya baru, bebas dari format akademik, atau bersifat personal, menulis dari nol tentu patut dipertimbangkan. Meski demikian, untuk membangun portofolio akademik di tahap awal, memanfaatkan karya ilmiah yang sudah ada adalah langkah realistis dan efisien.
Okay, jika kamu butuh buku ber-ISBN dengan proses yang cepat maka mengkonversi karya ilmiahmu seperti laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi dan lain sebagainya bisa menjadi solusi terbaik. Ada dua alternatif cara untuk melakukan konversi, yaitu dengan melakukannya sendiri dan yang kedua melalui jasa konversi KTI.
Bila kamu hendak melakukannya sendiri artinya kamu harus melakukan restruktur naskah sendiri setelah itu kamu perlu melakukan proses penerbitan dan percetakan. Ini artinya kamu harus melakukan mencari penerbit buku. Penerbit buku ini sendiri ada banyak jenisnya ada yang mayor dan indie.
Jika kamu memilih penerbit buku mayor maka kamu perlu melalui proses seleksi. Namun, jika kamu hendak menerbitkan di penerbit indie kamu perlu menyiapkan budget. Dalam prosesnya nanti naskahmu akan melalui proses layouting, membuat desain cover atau sampul buku dan pracetak lainnya sampai berhasil terbit.
Jika melalui jasa konversi, yang kamu butuhkan hanyalah file karya tulismu tersebut lalu kirim ke penyedia jasa dan jangan lupa juga menyiapkan dananya, ya. Saat ini banyak sekali penyedia jasa konversi. Kita hanya perlu memilih yang terbaik, salah satunya yaitu dengan jasa konversi KTI dari Detak Publisher.
Ada banyak benefit yang bisa kamu dapatkan, antara lain yaitu:
Untuk informasi lebih lanjut kamu bisa menghubungi kontak berikut: Konsultasi/Pemesanan atau bisa juga kamu kunjungi link berikut: Jasa Konversi KTI menjadi Buku Ber-ISBN.